SEJARAH SATE KLATHAK DI YOGYAKARTA
Baru pertama denger nama Sate
Klatak? Jangan kuatir ketinggalan jaman kalau belum pernah denger selama ini,
karena Sate Klatak adalah ikon kuliner yang sudah ada sejak dulu, namun baru
muncul belakangan ini, dan mulai setara dengan Gudeg sebagai kuliner khas
Jogja.
Sate Klathak berasal dari istilah warga sekitar Jejeran
untuk daging kambing yang dibumbui garam krosok (garam laut kasar) yang kemudian
dipanggang diatas bara arang. Seiring dengan persaingan dagang, kemudian
berkembang dengan ditambahkannya bumbu-bumbu andalan masing-masing pedagang
sate seperti kemiri dan bawang putih kedalam larutan garam untuk merendam
daging, sehingga rasanya tidak hanya asin, namun menjadi lebih gurih. Pertama
kali dijajakan di sekitar pasar Jejeran, Imogiri pada tahun 1960-an, saat itu pedagang sate
klathak yang terkenal diantaranya adalah Mbah Cupet, Mbah Ambyah, dan Mbah
Umar.
Ada juga yang berpendapat istilah
klathak berasal dari suara daging yang dilumuri garam dan dibakar sehingga
berbunyi “klathak-klathak”. Ya itu bisa jadi benar karena memang bunyinya
begitu. Bahkan ada yang menyebut istilah klathak berasal dari suara buah
melinjo yang jatuh ke atap pedagang sate didalam pasar, yang kebetulan banyak
pohon melinjonya.
Namun penafsiran yang diragukan
kebenarannya adalah bahwa istilah klathak berasal dari nama besi penusuk daging
yang berasal dari jari-jari roda sepeda. Jari sepeda itu namanya “ruji” dan
bukan klathak seperti yang dipercaya oleh sebagian orang.
Untuk menjaga kebersihan ruji besi
itu sendiri, para pedagang sate mengikuti prosedur yang dijalankan sejak dulu,
yaitu dicuci lalu digosok dengan pasir gunung Merapi agar terhindar dari bau
besi. Adapun ruji itu sendiri digunakan sebagai penusuk sate karena mampu
menghantarkan panas dengan baik sehingga daging yang di sisi dalam pun bisa
matang sempurna namun tidak gosong untuk mempertahankan manisnya daging kambing
yang berumur 5-7 bulan ini.
Saat ini penjaja sate klatak
masih banyak yang berkonsentrasi di daerah asalnya yaitu kampung Jejeran di
kecamatan Pleret, Bantul DIY tepatnya di sepanjang jl. Imogiri maupun di pasar
Jejeran sendiri. Para pedagang disana kebanyakan adalah keturunan dari para
perintis tersebut diatas. Beberapa diantaranya yang terkenal adalah pak Pong,
pak Bari, dll.
Sedangkan diluar Jejeran
kebanyakan juru masaknya adalah para mantan pegawai sate klatak yang ada di Jejeran, dan masih
mempunyai hubungan kekerabatan satu sama lain. Namun yang pasti, juru masak
sate klathak harus dan wajib penduduk asli Jejeran. Percaya atau tidak,
meskipun resepnya sudah dibuat semirip mungkin, namun rasanya tetap berbeda
kalau dimasak oleh orang luar Jejeran.
Sate klatak “pak JeDe” juga
menerapkan prinsip yang sama. Dengan tujuan untuk membawa suasana warung sate
tradisional yang otentik namun dengan interior yang lebih luas, lebih bersih,
dan lebih baik pelayanannya, serta jauh lebih mudah dijangkau dari kota Yogya,
kami tentu juga tidak akan mengorbankan rasa khas sate klathak khas Jejeran.
Juru masak kami khusus yang
didatangkan dari Jejeran sehingga
kualitas rasanya pun tidak diragukan lagi. Termasuk diantaranya adalah
pemilihan kecap untuk memasak, masih menggunakan merk yang sama seperti tahun
1960 an dulu, yaitu kecap cap Slada Gelang Mas. Dengan sentuhan bumbu asli pilihan
berkualitas terbaik yang dibeli segar setiap hari dari sumbernya di pasar
Jejeran, membuat rasa sate klathak pak JeDe selalu dipuji oleh para tamu kami.
Bahkan para pejabat negara dan artis musisi terkenal pun sudah mengakui
orisinalitas dan kelezatan hidangan kami seperti yang kami pasang di dinding
warung kami sebagai ornamen penghias warung.
Selain sate klathak, kami juga menyajikan beberapa sajian kambing
yang khas untuk memanfaatkan sisa kambing yang tidak dipakai untuk sate, yaitu
:
-
Sate kambing : seperti umumnya sate kambing yang
kita kenal, yang diberi bumbu spesial khas Sleman seperti air asam dan ramuan
lain, serta disajikan dengan tusuk bambu, sambal kecap, dan pelengkap lainnya
-
Tongseng : berbahan dasar gule kambing yang
ditambahkan bumbu rahasia khas Jejeran, dan menggunakan daging paha yang
bertekstur lebih padat, dengan penambahan kol dan tomat serta daun jeruk
-
Kicik : tongseng yang dimasak dengan kuah gule
yang minimalis, sehingga boleh dikatakan kicik adalah tongseng kering, dan
sering ditambahkan lemak sandunglamur untuk memperkuat rasa daging yang dimasak
-
Lelung : singkatan dari “gule balungan” atau
gulai tulang, yaitu tulang dan daging yang tidak dipakai untuk sate, dimasak
kembali dalam kuah gule
-
Gule jeroan : menu dasar yang menjadi sumber dari
semua masakan turunan sate klathak
-
Tengkleng : tulang dan daging yang tidak dipakai
untuk sate, dimasak kembali dalam kuah gule seperti Lelung diatas, dan kemudian
ditambahkan bumbu-bumbu spesial agar rasa gurih tulang makin muncul
-
Nasi Goreng Kambing : berbeda dengan tipikal
nasi goreng kambing khas Timur Tengah yang menggunakan bumbu-bumbu kari dan
minyak samin, versi Jejeran adalah nasi yang digoreng bersama kicik, sehingga
kaldunya meresap kedalam nasi dan menghasilkan hidangan yang kering namun sangat
terasa bumbunya.